For Ads

Post Top Ad

ArtikelNgaji Filsafat

Dialog Menjadi Manusia

Hari ini, 11 Tahun yang lalu.. Saat sedang lucu-lucunya. Malam hampir larut, seorang Ibu menceritakan dongeng untuk anaknya. Sang anak akan tidur, Ibunya berkata sambil tersenyum..
"Jangan tidur seperti itu nak, ubahlah posisi tidurmu, kakimu mengarah ke kiblat, tempat tuhan berada, itu tidak baik." 
Lalu sang anak bertanya "Bukankah semesta dan isinya ini ciptaan Tuhan bu?" Ujarnya.
"Benar nak, kamu pintar!" Sang Ibu tersenyum.
"Lalu apakah Tuhan berada dalam setiap ciptaannya bu?" Ujarnya.
"Lagi-lagi kamu benar nak!" Sang Ibu kembali tersenyum.
"Kalau begitu, kemana harus aku arahkan kakiku saat tidur bu, supaya tidak menghadap ke tempat Tuhan berada?" Ujarnya.
"Sudah malam Nak, tidurlah.." Dengan nada yang tegas, sang ibu mematikan lampu, beranjak dari kamar anaknya, tak ada lagi senyum diwajahnya.

Hari ini, 7 Tahun yang lalu.. Malam masih awal. Sang ayah melihat keceriaan diwajah anaknya menghilang, lalu menghampiri dan bertanya..
"Ada apa Anakku, adakah masalah menghampirimu?" Tanya sang Ayah dengan senyum di wajahnya.
"Tidak ada apa-apa Yah. Saya hanya bermasalah dengan teman disekolah yah." Ujarnya.
"Oh.. begitu." Sang ayah menanggapi lalu kemudian bertanya kembali "Kamu sudah sholat, Nak?" Tanyanya.
"Belum yah, maaf.." Ujarnya.
"Kalau begitu sholatlah nak dan jangan lupa bersabar. Dunia hanyalah fatamorgana, tempat yang kekal adalah akhirat. Maka dari itu sholatlah nak, agar kita termasuk golongan-golongan orang Surga" Sang ayah menjawab sambil tersenyum.
"Berarti kita harus beribadah agar bisa dapet Surga?" Ujarnya.
"Tentu saja nak, kenapa kamu bertanya begitu?" Sang ayah mulai meragu.
"Oh akhirat Surga dan Neraka yah? Jika kita beribadah mengaharap surga, Tuhan-nya ilang. kalau kita beribadah mengaharap rahmat Tuhan, sudah pasti dapet Surga. Sebenernya logika kita itu terbalik yah?" Ujarnya.
Sang Ayah tidak menjawab lalu mengusap rambut serta air mata dipipinya dan berdiri beranjak pergi.

Hari ini, 5 Tahun yang lalu.. Siang begitu menantang. Seorang anak berjalan sendirian ke arah ruang kepala sekolah. Masuk dan duduk dengan kepala menunduk sambil raut wajah yang ditekuk.
"Apa yang terjadi denganmu Nak? Kenapa semester ini tak pernah masuk pelajaran Agama?" Pertanyaan yang bertubi-tubi dari sang Wali Kelas.
"Maafkan saya pak, saya bosan, lalu saya bolos." Ujarnya.
"Bosan? kenapa kau bosan dengan pelajaran agama? kenapa dengan pelajaran lain tidak?" Sang Wali Kelas kembali bertanya bertubi-tubi.
"Saya bosan dengan dongengnya pak. Setiap belajar yang ada hanyalah dongeng-dongeng kemegahan masa lalu. Dongeng kemegahan di negeri antah berantah di Timur tengah sana. Perang-perang masa lalu, penindasan dimasa kini dan akhirnya berujung pada anjuran membenci mereka yang tak se-Agama dengan kita karena kelakuan nenek moyang mereka dimasa lampau." Ujarnya.
Wajah sang Walikelas menegang.. "Tidakah kamu melihat di televisi, penindasan orang-orang kristen dan Yahudi terhadap umat Islam. Tidakah kamu membenci melihat semua itu. Apakah kamu setuju dengan hal semua itu?"
"Tentu saja saya benci pak.. Kebencian saya timbul atas dasar kemanusiaan pak, bukan atas nama Agama. Dan saya tidak setuju jika ada Manusia menyiksa Manusia lain karena perbedaan Agama, pandangan ataupun keyakinan. Karena kita semua sama Pak, sama-sama manusia. Dan saat Agama dijadikan alasan untuk membuat manusia saling menyakiti karena perbedaannya, mungkin Agama itu memang harus dihapuskan, pak!" Ujarnya sambil menunduk, tak mampu menatap sang Wali Kelas yang sudah naik darah.
Sambil menghirup nafas dalam-dalam, sang anak kembali melanjutkan argumennya.. "Dan saya juga bosan pak. Bosan menatap guru Agama yang selalu merasa dirinya paling benar dan suci hanya karena dia punya bekas hitam dikeningnya. Dan bahwasanya yang mesti diingat adalah sebelum belajar Agama, alangkah baiknya belajar dulu menjadi manusia. Agar kelak ketika membela Agama tetap menjadi manusia, tak bertindak seperti Tuhan." Ujarnya.
"Biadap, keluar kau! Besok bawa orang tuamu kesini, akan ku suruh mereka supaya lebih bisa mendidik anaknya yang sudah kehilangan kewarasan ini, seperti kafir!" Suara Wali Kelas meninggi.
"Baik pak, tapi bapak lupa satu hal, para orang tua mengantarkan anaknya ke sekolah ini untuk dididik oleh para Guru karena para orang tua harus mencari nafkah dan tak punya waktu mengajarkan anak-anaknya. Dan saat bapak menyuruh orang tua saya kesini. Itu berarti mengambil waktu mereka dalam mencari nafkah dan itu berarti sekolah ini tak becus. Lantas untuk apa uang pembayaran sekolah dibayar pak? Lalu perihal kafir yang bapak sampaikan tadi.. Fiqih yang terlalu dogmatis, kaku dan buta realitas seperti bapak, ini, Fiqih yang langit tidak mengerti realitas, bunyina itu ya itu. Dan itu yang sering jadi masalah. Dan sekelas Guru berpendidikan seperti bapak ini yang fanatisme royal men-kafir-an orang. Jadi sedikit-sedikit orang dianggap kafir kalau tidak cocok sama dogmanya bapak yang kaku tadi... Permisi pak!" Ujarnya.


Hari ini, dini hari, malam ini.. Usia sang anak sudah beranjak dewasa, sang anak menatap langit. Waktu telah banyak berlalu, banyak kejadian hal yang menyedihkan, tapi langit tetaplah langit yang sama, tempat bernaung, tempat dia berpikir serta tempat segala hal yang dilewati. Dia meresapi rahmat Tuhan. Dia bisa merasakan fadhillah Tuhan. Dia bisa ikhlas mencintai Tuhan sepenuh hati tanpa adanya kalkulasi pamrih pahala dengan Tuhan. Dia merasakan keberadaan Tuhan pada setiap dzat, waktu, air mata, bahkan disetiap denyut nadi yang ia rasankan. Tuhan yang dia tahu, Tuhan yang dia temukan dari setiap jengkal otak yang di anugerahkan, Tuhan yang dia temukan dalam pencarian Ruang Rindu. Bukan Tuhan yang dia percayai karena diwariskan.

Seperti yang diperintahkan wahyu pertama kepada Rasulullah adalah Iqra'. Perintah pertama bukan Syahadat, bukan Shalat, tapi Iqra'. Pastinya bukan tulisan saja yang dibaca, tapi realitas sekelilingmu. Rasulullah sewaktu disuruh Iqra', kan tak ada Qur'an nya. Dan malaikat Jibril bilang "Iqra'", Rasulullah jawabnya "Saya tidak bisa membaca." Lalu Malaikat mengulang kembali pertanyaan tersebut, itu bukan berarti malaikat Jibril tidak bisa mendengar jawaban dari Rasullulah. Tapi bacalah realitas disekelilingmu, bacalah ruang lingkup kehidupanmu, bacalah kondisi masyarakatmu, bacalah situasi-situasi yang genting disekelilingmu dan hal yang paling terpenting adalah bacalah dirimu sendiri.

Banyak sekali manusia yang beragama tapi tak bertuhan. Sekalinya beragama menjadi seperti Tuhan.

Related Posts

7 komentar:

  1. Mantul Untuk Template nya, tidak lama untuk masuk untuk melihatnya

    BalasHapus
  2. Bagud gan. Jarang tiap kata agak kurang, dibacanya kurang nyaman. Untuk template terbilang responsive.

    BalasHapus
  3. Inspiratif artikel, good template, gak tau kenapa italicfont agak mengganggu saat baca, tapi mantul lah

    BalasHapus
  4. Bagus gan sering2 bikin artikelnya ya aku penggemar artikel ini

    BalasHapus
  5. Wah mantep artikelnya, bagus juga sangat inspiratif.

    BalasHapus
  6. Inspiratif gan buat renungan,,

    Mampir juga ke webku tempat baca komik manga gratis

    BalasHapus
  7. Bagus, kak artikelnya. Boleh tambahan, ya... Untuk dialognya, bakal lebih bagus lagi kalau diberi jarak kosong satu jajar sebelum ke dialog selanjutnya. Biar mudah aja. Hehe...

    BalasHapus

Post Bottom Ad