For Ads

Post Top Ad

ArtikelCatatan

Bekerja Untuk Hidup atau Hidup Untuk Bekerja?

Baik saya akan membahas persoalan tentang Bekerja Untuk Hidup atau Hidup Untuk bekerja. Ini berkaitan dengan permasalahan Anak Bukanlah Investasi Orang Tua yang saya tulis kemarin. Melihat anak sebagai investasi orang tua yang mendatang, karena kurangnya ke sadaran mu sejak dini, mendedikasikan Hidup Untuk Bekerja. Secara tidak langsung kamu bakal menurunkan doktrin tersebut ke generasimu mendatang. Pemikiran-pemikiran naif seperti ini, yang sebelumnya akan diturunkan kepada sang Anak, untuk meneruskan stigma hidup untuk bekerja.

Maka dari itu saya akan mengulas tuntas tentang Bekerja Untuk Hidup atau Hidup Untuk Bekerja. Bekerja sebenarnya adalah ibadah. Terutama apabila kita bekerja untuk mencukupi kebutuhan orang-orang yang kita cintai. Karena pada saat itu kita melakukannya secara tulus agar keluarga bisa hidup berkecukupan tanpa kekurangan satu apa pun.

Bismillah..

Sudah menjadi sifat dasar manusia untuk selalu mencari lebih meskipun telah berkecukupan. Setiap hari kita memaksa diri kita dengan keras untuk menghasilkan lebih banyak uang, kekuasaan, dan ketenaran. Kita mengabaikan kesehatan, waktu bersama keluarga, sahabat, lingkungan sekitar, dan hobi yang kita sukai. Suatu hari, ketika kita melihat ke belakang, kita akan menyadari bahwa kita sebenarnya tidak membutuhkan uang, kekuasaan, dan ketenaran sebanyak itu, namun kita tidak bisa mengembalikan waktu-waktu yang telah kita lewatkan. Hidup ini bukan tentang menghasilkan uang, mendapatkan kekuasaan, dan ketenaran. Pola pikir seperti itu berarti bisa diartikan tak lain adalah Hidup Untuk bekerja.

Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan pun hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera juga bisa bekerja.

Hidup ini jelas bukan tentang pekerjaan. Bekerja hanya diperlukan untuk membuat kita tetap bisa bertahan hidup sehingga kita bisa menikmati keindahan dan kebahagian dari kehidupan. Saya sudah merenungkan baik-baik, mana dari dua pernyataan di atas yang saya pilih. Interaksi saya dengan banyak orang menunjukkan bahwa jawaban yang menurut saya paling bermakna adalah Bekerja untuk Hidup.

Saya memang perlu bekerja agar dapat membiayai kehidupan. Kalau saya hidup untuk bekerja lantas bagaimana saya bisa menikmati hidup ini. Sesungguhnya kedua pernyataan tersebut mewakili dua paradigma yang berbeda. Mereka yang menganut "Bekerja untuk hidup" melihat pekerjaan sebagai konsekuensi yang mau tak mau harus saya lakukan sebagai sebuah syarat terpenting agar saya bisa hidup.

Alangkah mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas-tugas rutin yang tidak menggugah semangat, dan kehidupan seperti mesin: yang hanya akan berakhir dengan pensiun tidak seberapa.

Dengan demikian, pekerjaan itu sendiri sesungguhnya hanyalah sebuah cara untuk membiayai hidup. Kalau demikian halnya, seandainya ada cara lain yang bisa saya lakukan untuk membiayai hidup selain harus bersusah payah bekerja, maka cara itulah yang akan saya ambil. Saya bisa mengatakan bahwa bekerja dalam hal ini telah menjadi semacam keharusan, menjadi sesuatu yang mau tak mau harus saya ambil agar bisa bertahan hidup.

Jika kita hidup untuk bekerja, maka pekerjaan menjadi sarana kita melakukan hal yang bermanfaat bagi sesama. Karena kita hidup untuk memberi manfaat bagi orang lain. Inilah yang disebut dengan bekerja sebagai ibadah.

Kita ambil salah satu contoh. Sebuah bank pernah menerima banyak keluhan nasabah karena kurang ramahnya para petugas garda depan. Manajemen segera mengirimkan para petugas ini ikut pelatihan “service with smile.”. Setelah mengikuti pelatihan, para petugas ini berusaha melayani pelanggan dengan senyuman tapi hanya bertahan dua minggu. Minggu berikutnya kondisinya kembali seperti semula, tanpa senyum.

Lalu, dimana letak persoalannya?

Baik, pahami. Pelatihan hanya mengubah perilaku orang, namun tidak merubah bagaimana memandang pekerjaan. Para petugas itu memang bisa tersenyum tapi mereka masih melihat pelanggan sebagai beban bukan sebagai rejeki. Selama mereka belum dapat merubah cara pandang, maka perubahan perilaku hanyalah semu. Yang utama dalam bekerja bukanlah apakah kamu sukses, tetapi apakah kamu bahagia. Selama kamu masih menganggap bekerja adalah untuk mencari uang, kamu tidak akan bahagia. Jangan berangkat ke kantor untuk bekerja tapi datanglah untuk memberi nilai tambah dan memberikan manfaat.

Bekerja keraslah, maka kamu akan bertahan hidup. Bekerja cerdaslah, maka kamu akan sukses. Bekerja ikhlaslah, maka kamu akan bahagia.

Pernah mendengar kutipan diatas? Ketika kamu merasa waktu kerja mu berjalan sangat cepat ketimbang merasa waktu merayap terlalu lambat, berarti kamu berada di jalur yang benar. Pekerjaan kita adalah alasan kita berada di dunia ini. Saya tidak mencari uang, tetapi saya mendapatkan uang. Karena uang adalah akibat dari yang saya lakukan bukan sebab. Berapa kamu dibayar hari ini pun menunjukkan besarnya manfaat yang kamu berikan. Penghasilan kamu sama dengan manfaat yang kamu berikan. Penghasilan adalah akibat, manfaat adalah sebab.

Kesalahan terbesar kebanyakan orang adalah karena senantiasa memikirkan akibat, bukan sebab. Jika kamu menginginkan akibat yang lebih besar atau lebih baik, perbaikilah sebabnya. Semakin besar manfaat yang bisa kamu berikan, semakin besar penghasilan yang kamu peroleh.

Pekerjaan yang paling menyenangkan untuk ditekuni adalah hobi yang dibayar.

Salah satu hal yang sering mengganggu kebahagiaan kita adalah pekerjaan. Apakah pekerjaan yang sekarang kamu lakukan adalah sesuatu yang diharuskan orang lain kepada mu? Kalau jawabannya iya, sudah pasti kamu tidak bahagia. Saya tidak menyuruhmu untuk merubah pekerjaanmu, apalagi sampai menjadi penganggur. Tetapi yang harus berubah adalah kamu.. Ya kesadaramu, pola pikir mu, lalu kenali dirimu sendiri, cari jati dirimu sendiri.

Agar bisa melakukan apa yang kamu sukai, kamu harus lebih dulu menyukai apa yang kamu lakukan. Berhati-hatilah apabila uang adalah satu-satunya alasan kamu bertahan di tempat kerja mu yang sekarang, karena kamu bukan sedang hidup untuk bekerja.

Kesimpulannya, bekerja sejatinya adalah alasan mengapa saya dilahirkan ke dunia ini. Dengan bekerja saya akan menemukan bakat, potensi, dan jati diri saya yang terdalam. Dengan bekerja saya akan menemukan keunikan, sesuatu yang membedakan saya dari orang lain, sesuatu yang benar-benar khas, sesuatu yang menjadi alasan mengapa Tuhan “mengutus” saya ke dunia ini. Keuntungan terbesar yang akan saya dapatkan dengan bekerja sepenuh hati sesungguhnya bukanlah dalam bentuk materi dan uang melainkan dalam bentuk perasaan berharga, berguna, bermanfaat dan bermakna.

Related Posts

4 komentar:

Post Bottom Ad